Senin, 29 April 2013

TERAPI TINGKAH LAKU


NAMA           : DIAH RETNO WULANDARI
NPM               : 11510953
KELAS          : 3PA01

TERAPI TINGKAH LAKU (BEHAVIOR THERAPY)
PENGANTAR
Tokoh utama dalam teknik ini adalah Wolpe, Eysenck, Lazarus, Salter. Suatu model terapi yang merupakan penerapan prinsip-prinsip belajar pada penyelesaian gangguan-gangguan tingkah laku yang spesifik. Hasil-hasilnya merupakan bahan bagi eksperimentasi lebih lanjut. Terapi tingkah laku secara berkesinambungan berada dalam proses penyempurnaan. Berdasarkan teori belajar, modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikometri yang berurusan dengan pengubah tingkah laku.
Perkembangan terapi-terapi tingkah laku ditandai oleh suatu pertumbuhan yang fenomenal sejak akhir tahun 1950-an. Pada awal tahun 1960-an, laporan-laporan tentang penggunaan etknik-teknik terapi tingkah laku sekali-sekali muncul dalam kepustakaan profesional. Kini, modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku menduduki tempat yang penting dalam lapangan psikoterapi dalam banyak area pendidikan.
Dewasa ini, banyak program latihan yang dengan jelas menitikberatkan orientasi behavioral. Kecenderungan ini akan lebih mengesankan apabila kita mengingat bahwa selama akhir 1950-an dan awal tahun 1960-an kesehatan mental yang dengan segala cara substansial melibatkan terapi tingkah laku. Salah satu aspek yang penting dari gerakan modifikasi tingkah laku adalah penekanannya pada tingkah laku yang bisa didefinisikan secara operasional, diamati, dan diukur.

KONSEP-KONSEP UTAMA
Pandangan tentang Sifat Manusia
Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyingkap hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku. Pendekatan behavioristik tidak menguraikan asumsi-asumsi filosofis tertentu tentang manusia secara langsung. Setiap orang dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan negatif yang sama. Terapi tingkah laku kontemporer bukanlah suatu pendekatan yang sepenuhnya deterministik dan mekanistik, yang menyingkirkan potensi para klien untuk memilih. Hanya “para behavioris yang radikal” yang menyingkirkan kemungkinan menentukan diri dari individu.
Terapi tingkah laku berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai oleh : (a) pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik, (b) kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment, (c) perumusan peosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah, (d) penaksiran objektif atau hasil-hasil terapi. Terapi tingkah laku tidak berlandaskan sekumpulan konsep yang sistematik, juga tidak berakar pada suatu teori yang dikembangkan dengan baik. Sekalipun memiliki banyak teknik, terapi tingkah laku hanya memiliki sedikit konsep. Pada dasarnya, terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Karena tingkah laku yang dituju dispesifikan dengan jelas, tujuan-tujuan treatment dirinci dan metode-metode terapeutik diterangkan, maka hasil-hasil terapi menjadi dapat dievaluasi.

Tujuan-Tujuan Terapis
Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh.
Ada beberapa kesalahpahaman yang menyangkut masalah tentang tujuan-tujuan dalam terapi tingkah laku. Salah satu kesalahpahaman yang umum adalah bahwa tujuan terapi semata-mata menghilangkan gejala-gejala suatu gangguan tingkah laku dan bahwa stelah gejala-gejala itu terhapus, gejala-gejala baru akan muncul karena penyebab-penyebab yang mendasarinya tidak ditangani. Kesalahpahaman yang lainnya adalah bahwa tujuan-tujuan klien ditentukan dan dipaksakan oleh terapis tingkah laku.
Krumboltz dan Thorensen (dalam Corey, 2009) mengembangkan tiga kriteria bagi perumusan tujuan yang bisa diterima dalam konseling tingkah laku sebagai berikut : (1) tujuan yang dirumuskan haruslah tujuan yang ingin dicapai oleh klien, (2) konselor harus bersedia membantu klien dalam mencapai tujuan, (3) harus terdapat kemungkinan untuk menaksirkan sejauh mana klien bisa mencapai tujuannya.

Fungsi dan Peran Terapis
Terapis tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosa tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkah laku yang baru dan adjustive. Krasner (dalam Corey, 2009) mengajukan argumen bahwa peran seorang terapis, terlepas dari analisis teorisnya, sesungguhnya adalah “mesin perkuatan”. Apapun yang dilakukannya, terapis pada dasarnya terlibat dalam pemberian perkuatan-perkuatan sosial, baik yang positif maupun negatif.
Goodstein (dalam Corey, 2009) juga menyebutkan peran terapis sebagai pemberi perkuatan. Peran konselor adalah menunjang perlembangan tingkah laku yang secara sosial layak dengan cara sistematis memperkuat jenis tingkh laku klien semacam itu.

Teknik-Teknik Utama Terapi Tingkah Laku
Desensitisasi Sistematik
Salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematik digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau proses yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu. Desensitisasi diarahkan pada mengajar klien untuk menampilkan suatu respons yang tidak konsisten dengan kecemasan. Desensitisasi sistematik juga melibatkan teknik-teknik relaksasi.
Wolpe (dalam Corey, 2009) telah mengembangkan suatu respons, yakni relaksasi, yang secara fisiologis bertentangan dengan kecemasan yang secara sistematis diasosiasikan dengan aspek-aspek dari situasi yang mengancam. Prosedur model pengondisian balik ini adalah sebagai berikut :
1.      Desensitisasi sistematik dimulai dengan suatu analisis tingkah laku atas stimulus-stimulus yang bisa membangkitkan kecemasan dalam suatu wilayah tertentu seperti penolakan, rasa iri, ketidaksetujuan, atau suatu fobia.
2.      Selama pertemuan-pertemuan terapeutik pertama klien diberi latihan relaksasi yang terdiri atas kontraksi, dan lambat laun pengenduran otot-otot yang berbeda sampai tercapai suatu keadaan santai penuh.
3.      Proses desentisisasi melibatkan keadaan dimana klien sepenuhnya sanatai dengan mata tertutup. Terapis menceritakan serangkaian situasi dan meminta klien untuk membayangkan dirinya berada dalam setiap situasi yang diceritakan oleh terapis itu.
Desentisisasi sistematik adalah teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia. Selain itu, desentisisasi sistematik bisa diterapkan secara efektif pada berbagai situasi penghasil kecemasan, mencakup situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik, serta impotensi dan frigiditas seksual.

Terapi Implosif dan Pembanjiran
Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa pemberian perkuatan. Teknik pembanjiran berbeda dengan teknik-teknik desentisisasi sistematik dalam arti teknik pembanjiran tidak menggunakan agen pengondisian balik maupun tingkatan kecemasan. Terapis memunculkan stimulus-stimulus penghasil kecemasan, klien membayangkan situasi, dan terapis berusaha mempertahankan kecemasan klien.
Stampfl (dalam Corey, 2009) mengembangkan “terapi implosif”. Terapi implosif berasumsi bahawa tingkah laku neurotik melibatan penghindaran terkondisi atas stimulus-stimulus penghasil kecamasan. Alasan yang digunakan oleh teknik ini adalah bahwa jika seseorang secara berulang-ulang dihadapkan pada suatu situasi penghasil kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan tidak muncul, maka kecemasan tereduksi atau terhapus.

Latihan Asertif
Pendekatan behavioral yang dengan cepat mencapai popularitas adalah latihan asertif yang bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Latihan asertif akan membantu bagi orang-orang yang (1) tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung, (2) menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya, (3) memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”, (4) mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya, (5) merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Terapi kelompok latihan asertif pada dasarnya merupakan penerapan latihan tingkah laku pada kelompok dengan sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpesonal.

Terapi Aversi
Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat kemunculannya. Stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan kejutan listrik atau pemberian ramuan yang membuat mual. Kendali aversi bisa melibatkan penarikan pemerkuat positif atau penggunaan berbagai bentuk hukuman.
Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversial yang dimiliki oleh para behavioris meskipun digunakan secara luas sebagai metode-metode untuk membawa orang-orang kepada tingkah laku yang diinginkan. Butir yang penting adalah bahwa maksud prosedur-prosedur teknik aversif ialah menyajikan cara-cara menahan respons-respons maladaptif dalam suatu periode sehingga terdapat kesempatan untuk memperoleh tingkah laku alternatif yang adaptif dan yang akan terbukti memperkuat dirinya sendiri. Satu kesalahpahaman yang populer adalah bahwa teknik-teknik yang berlandaskan hukuman merupakan perangkat yang paling penting bagi para terapis tingkah laku.

Pengondisian Operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku yang paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makanan, bermain, dan sebagainya. Terdapat metode-metode yang lain dalam pengondisian operan :
·         Perkuatan positif
Pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul adalah suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas. Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan tidur atau istirahat. Contoh pemerkuat sekunder adalah senyuman, persetujuan, pujian, bintang-bintang emas, medali atau tanda penghargaan, uang dan hadiah-hadiah.
·         Pembentukan respons
Dalam pembentukan respons, tingkah laku sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak dapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu.
·         Perkuatan intermiten
Disamping membentuk perkuatan-perkuatan bisa juga digunakan untuk memelihara tingkah laku yang telah terbentuk. Untuk memaksimalkan nilai pemerkuat-pemerkuat, terapis harus memahami kondisi-kondisi umum dimana perkuatan-perkuatan muncul. Oleh karenanya, jadwal-jadwal perkuatan merupakan hal yang penting. Perkuatan intermiten diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan oleh perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang terus menerus.
·         Penghapusan
Apabila suatu respons terus menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu. Terapis, guru, dan orang tua yang menggunakan penghapusan sebagai teknik utama dalam menghapus tingkah laku yang tidak diinginkan harus mencatat bahwa tingkah laku yang tidak diinginkan itu pada mulanya bisa menjadi lebih buruk sebelum akhirnya terhapus atau terkurangi.
·         Pencontohan
Dalam pencontohan, individu mengamati seorang model dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model.
·         Token economy
Metode token economy dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuari dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak bisa memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yang diingini.



Sumber : Sumber : Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar