NAMA : DIAH RETNO WULANDARI
NPM : 11510953
KELAS : 3PA01
TERAPI
TINGKAH LAKU (BEHAVIOR THERAPY)
PENGANTAR
Tokoh utama dalam
teknik ini adalah Wolpe, Eysenck, Lazarus, Salter. Suatu model terapi yang
merupakan penerapan prinsip-prinsip belajar pada penyelesaian gangguan-gangguan
tingkah laku yang spesifik. Hasil-hasilnya merupakan bahan bagi eksperimentasi
lebih lanjut. Terapi tingkah laku secara berkesinambungan berada dalam proses
penyempurnaan. Berdasarkan teori belajar, modifikasi tingkah laku dan terapi
tingkah laku adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikometri
yang berurusan dengan pengubah tingkah laku.
Perkembangan
terapi-terapi tingkah laku ditandai oleh suatu pertumbuhan yang fenomenal sejak
akhir tahun 1950-an. Pada awal tahun 1960-an, laporan-laporan tentang
penggunaan etknik-teknik terapi tingkah laku sekali-sekali muncul dalam
kepustakaan profesional. Kini, modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku
menduduki tempat yang penting dalam lapangan psikoterapi dalam banyak area
pendidikan.
Dewasa ini, banyak
program latihan yang dengan jelas menitikberatkan orientasi behavioral.
Kecenderungan ini akan lebih mengesankan apabila kita mengingat bahwa selama
akhir 1950-an dan awal tahun 1960-an kesehatan mental yang dengan segala cara
substansial melibatkan terapi tingkah laku. Salah satu aspek yang penting dari
gerakan modifikasi tingkah laku adalah penekanannya pada tingkah laku yang bisa
didefinisikan secara operasional, diamati, dan diukur.
KONSEP-KONSEP
UTAMA
Pandangan
tentang Sifat Manusia
Behaviorisme adalah
suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya adalah
bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan
cermat akan menyingkap hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku. Pendekatan
behavioristik tidak menguraikan asumsi-asumsi filosofis tertentu tentang
manusia secara langsung. Setiap orang dipandang memiliki
kecenderungan-kecenderungan positif dan negatif yang sama. Terapi tingkah laku
kontemporer bukanlah suatu pendekatan yang sepenuhnya deterministik dan
mekanistik, yang menyingkirkan potensi para klien untuk memilih. Hanya “para
behavioris yang radikal” yang menyingkirkan kemungkinan menentukan diri dari
individu.
Terapi tingkah laku
berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai oleh : (a)
pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik, (b)
kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment, (c) perumusan peosedur
treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah, (d) penaksiran objektif
atau hasil-hasil terapi. Terapi tingkah laku tidak berlandaskan sekumpulan
konsep yang sistematik, juga tidak berakar pada suatu teori yang dikembangkan
dengan baik. Sekalipun memiliki banyak teknik, terapi tingkah laku hanya
memiliki sedikit konsep. Pada dasarnya, terapi tingkah laku diarahkan pada
tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang
maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan.
Karena tingkah laku yang dituju dispesifikan dengan jelas, tujuan-tujuan
treatment dirinci dan metode-metode terapeutik diterangkan, maka hasil-hasil
terapi menjadi dapat dievaluasi.
Tujuan-Tujuan
Terapis
Tujuan umum terapi
tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar
alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned),
termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka
ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif
bisa diperoleh.
Ada beberapa
kesalahpahaman yang menyangkut masalah tentang tujuan-tujuan dalam terapi
tingkah laku. Salah satu kesalahpahaman yang umum adalah bahwa tujuan terapi
semata-mata menghilangkan gejala-gejala suatu gangguan tingkah laku dan bahwa
stelah gejala-gejala itu terhapus, gejala-gejala baru akan muncul karena
penyebab-penyebab yang mendasarinya tidak ditangani. Kesalahpahaman yang
lainnya adalah bahwa tujuan-tujuan klien ditentukan dan dipaksakan oleh terapis
tingkah laku.
Krumboltz dan Thorensen
(dalam Corey, 2009) mengembangkan tiga kriteria bagi perumusan tujuan yang bisa
diterima dalam konseling tingkah laku sebagai berikut : (1) tujuan yang
dirumuskan haruslah tujuan yang ingin dicapai oleh klien, (2) konselor harus
bersedia membantu klien dalam mencapai tujuan, (3) harus terdapat kemungkinan
untuk menaksirkan sejauh mana klien bisa mencapai tujuannya.
Fungsi
dan Peran Terapis
Terapis tingkah laku
secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosa
tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan
yang diharapkan, mengarah pada tingkah laku yang baru dan adjustive. Krasner
(dalam Corey, 2009) mengajukan argumen bahwa peran seorang terapis, terlepas
dari analisis teorisnya, sesungguhnya adalah “mesin perkuatan”. Apapun yang
dilakukannya, terapis pada dasarnya terlibat dalam pemberian
perkuatan-perkuatan sosial, baik yang positif maupun negatif.
Goodstein (dalam Corey,
2009) juga menyebutkan peran terapis sebagai pemberi perkuatan. Peran konselor
adalah menunjang perlembangan tingkah laku yang secara sosial layak dengan cara
sistematis memperkuat jenis tingkh laku klien semacam itu.
Teknik-Teknik
Utama Terapi Tingkah Laku
Desensitisasi
Sistematik
Salah satu teknik yang
paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematik
digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia
menyertakan pemunculan tingkah laku atau proses yang berlawanan dengan tingkah
laku yang hendak dihapuskan itu. Desensitisasi diarahkan pada mengajar klien
untuk menampilkan suatu respons yang tidak konsisten dengan kecemasan.
Desensitisasi sistematik juga melibatkan teknik-teknik relaksasi.
Wolpe (dalam Corey,
2009) telah mengembangkan suatu respons, yakni relaksasi, yang secara
fisiologis bertentangan dengan kecemasan yang secara sistematis diasosiasikan
dengan aspek-aspek dari situasi yang mengancam. Prosedur model pengondisian
balik ini adalah sebagai berikut :
1. Desensitisasi
sistematik dimulai dengan suatu analisis tingkah laku atas stimulus-stimulus
yang bisa membangkitkan kecemasan dalam suatu wilayah tertentu seperti
penolakan, rasa iri, ketidaksetujuan, atau suatu fobia.
2. Selama
pertemuan-pertemuan terapeutik pertama klien diberi latihan relaksasi yang
terdiri atas kontraksi, dan lambat laun pengenduran otot-otot yang berbeda
sampai tercapai suatu keadaan santai penuh.
3. Proses
desentisisasi melibatkan keadaan dimana klien sepenuhnya sanatai dengan mata
tertutup. Terapis menceritakan serangkaian situasi dan meminta klien untuk
membayangkan dirinya berada dalam setiap situasi yang diceritakan oleh terapis
itu.
Desentisisasi sistematik adalah teknik yang cocok
untuk menangani fobia-fobia. Selain itu, desentisisasi sistematik bisa
diterapkan secara efektif pada berbagai situasi penghasil kecemasan, mencakup
situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang
digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik, serta impotensi dan frigiditas
seksual.
Terapi
Implosif dan Pembanjiran
Teknik ini terdiri atas
pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa pemberian perkuatan.
Teknik pembanjiran berbeda dengan teknik-teknik desentisisasi sistematik dalam
arti teknik pembanjiran tidak menggunakan agen pengondisian balik maupun
tingkatan kecemasan. Terapis memunculkan stimulus-stimulus penghasil kecemasan,
klien membayangkan situasi, dan terapis berusaha mempertahankan kecemasan
klien.
Stampfl (dalam Corey,
2009) mengembangkan “terapi implosif”. Terapi implosif berasumsi bahawa tingkah
laku neurotik melibatan penghindaran terkondisi atas stimulus-stimulus
penghasil kecamasan. Alasan yang digunakan oleh teknik ini adalah bahwa jika
seseorang secara berulang-ulang dihadapkan pada suatu situasi penghasil
kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan tidak muncul, maka
kecemasan tereduksi atau terhapus.
Latihan
Asertif
Pendekatan behavioral
yang dengan cepat mencapai popularitas adalah latihan asertif yang bisa
diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal dimana individu
mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan
diri adalah tindakan yang layak atau benar. Latihan asertif akan membantu bagi
orang-orang yang (1) tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung,
(2) menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk
mendahuluinya, (3) memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”, (4) mengalami
kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya, (5)
merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran
sendiri.
Latihan asertif
menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Terapi kelompok latihan asertif
pada dasarnya merupakan penerapan latihan tingkah laku pada kelompok dengan
sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan
yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpesonal.
Terapi
Aversi
Teknik-teknik pengondisian
aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan-gangguan
behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik
dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak
diinginkan terhambat kemunculannya. Stimulus aversi biasanya berupa hukuman
dengan kejutan listrik atau pemberian ramuan yang membuat mual. Kendali aversi
bisa melibatkan penarikan pemerkuat positif atau penggunaan berbagai bentuk
hukuman.
Teknik-teknik aversi
adalah metode-metode yang paling kontroversial yang dimiliki oleh para
behavioris meskipun digunakan secara luas sebagai metode-metode untuk membawa
orang-orang kepada tingkah laku yang diinginkan. Butir yang penting adalah
bahwa maksud prosedur-prosedur teknik aversif ialah menyajikan cara-cara
menahan respons-respons maladaptif dalam suatu periode sehingga terdapat
kesempatan untuk memperoleh tingkah laku alternatif yang adaptif dan yang akan
terbukti memperkuat dirinya sendiri. Satu kesalahpahaman yang populer adalah
bahwa teknik-teknik yang berlandaskan hukuman merupakan perangkat yang paling
penting bagi para terapis tingkah laku.
Pengondisian
Operan
Tingkah laku operan
adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah
tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. Tingkah
laku operan merupakan tingkah laku yang paling berarti dalam kehidupan
sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan
alat-alat makanan, bermain, dan sebagainya. Terdapat metode-metode yang lain
dalam pengondisian operan :
·
Perkuatan
positif
Pembentukan suatu
pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah
tingkah laku yang diharapkan muncul adalah suatu cara yang ampuh untuk mengubah
tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder, diberikan untuk
rentang tingkah laku yang luas. Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan
kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan
tidur atau istirahat. Contoh pemerkuat sekunder adalah senyuman, persetujuan,
pujian, bintang-bintang emas, medali atau tanda penghargaan, uang dan
hadiah-hadiah.
·
Pembentukan
respons
Dalam pembentukan
respons, tingkah laku sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat
unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut
sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons berwujud pengembangan
suatu respons yang pada mulanya tidak dapat dalam perbendaharaan tingkah laku
individu.
·
Perkuatan
intermiten
Disamping membentuk
perkuatan-perkuatan bisa juga digunakan untuk memelihara tingkah laku yang
telah terbentuk. Untuk memaksimalkan nilai pemerkuat-pemerkuat, terapis harus
memahami kondisi-kondisi umum dimana perkuatan-perkuatan muncul. Oleh karenanya,
jadwal-jadwal perkuatan merupakan hal yang penting. Perkuatan intermiten
diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang spesifik. Tingkah laku
yang dikondisikan oleh perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap
penghapusan dibanding dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian
perkuatan yang terus menerus.
·
Penghapusan
Apabila suatu
respons terus menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung
menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari
cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus
tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang
maladaptif itu. Terapis, guru, dan orang tua yang menggunakan penghapusan
sebagai teknik utama dalam menghapus tingkah laku yang tidak diinginkan harus
mencatat bahwa tingkah laku yang tidak diinginkan itu pada mulanya bisa menjadi
lebih buruk sebelum akhirnya terhapus atau terkurangi.
·
Pencontohan
Dalam
pencontohan, individu mengamati seorang model dan kemudian diperkuat untuk mencontoh
tingkah laku sang model.
·
Token
economy
Metode token economy dapat digunakan untuk
membentuk tingkah laku apabila persetujuari dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak
bisa diraba lainnya tidak bisa memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan
perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam) yang
nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yang diingini.
Sumber : Sumber : Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.
Bandung: Refika Aditama.