Jumat, 03 Mei 2013

LOGOTERAPI


NAMA           : DIAH RETNO WULANDARI
NPM               : 11510953
KELAS          : 3PA01

LOGOTHERAPY
PENGANTAR
Pencetus logoterapi adalah Viktor Frankl. Istilah logoterpi itu sendiri berasal dari dua kata, yaitu “logos” dan therapy, yakni suatu terapi yang berani menembus dimensi spiritual dari keberadaan manusia. Kata “logos” berarti makna (meaning) menjadi manusia. Artinya diarahkan pada sesuatu pada seseorang dan bukan pada diri sendiri. Bisa juga berarti “roh” (spirit), yakni dimensi “noertik” (spiritual) manusia dalam arti antropologis dan bukan dalam arti teologis. Dalam kenyataannya, logoterapi merupakan suatu terapi yang diarahkan pada makna, yakni makna dalam dan untuk keberadaan manusia. Karena itu, manusia harus menerima tanggung jawab dan menemukan nilai-nilai bagi kehidupannya. Logoterapi menyajikan suatu pendekatan positif pada mereka yang mengalami gangguan mental secara pribadi.
Tiga konsep fundamental yang perlu diketahui dalam hubungan dengan logoterapi, antara lain :
1.      Freedom of will (bebas dari kemauan). Kebebasan yang dimaksud disini adalah suatu kebebasan untuk tetap berdiri/tegak apapun yang dialami manusia. Di sini manusia bebas untuk menentukan sikapnya menghadapi kenyataan sekitarnya, bebas membuat rencana diluar kecenderungan somatik dan komponen-komponen psikisnya. Bebas dari kemauan tidak berarti dari kondisi-kondisi biologis, fisik, sosiologis, dan psikologis. Tapi lebih merupakan bebas untuk mengambil sikap bukan hanya menghadapi dunia, tetapi juga menghadapi diri sendiri.
2.      “Will-to-meaning”, yaitu suatu kemampuan untuk menemukan arti hidupnya. “Will-to-meaning” ini suatu dorongan kemauan dasar yang berjuang untuk mencapai arti hidup yang lebih tinggi untuk eksis didunia. Ia merupakan suatu dorongan yang  mengendalikan manusia untuk menemukan arti hidupnya. Will-to-meaning muncul dari keinginan pembawaan dasar manusia untuk memberikan sedapat mungkin nilai bagi dirinya, untuk mengaktualisasikan sebanyak mungkin nilai-nilai hidup manusia dalam dirinya.
3.      “The meaning of life”, yaitu arti hidup bagi seorang manusia. Arti hidup yang dimaksud disini adalah arti hidup yang bukan untuk dipertanyakan, tetapi untuk direspons, karena kita semua bertanggungjawab untuk suatu hidup. Respons yang diberikan bukan dalam bentuk kata-kata tapi dengan bentuk tindakan, dengan melakukannya.

PANDANGAN TENTANG MANUSIA
Dalam pandangan Frankl (dalam Semiun, 2010), manusia merrupakan kesatuan dari dimensi fisik (somatik), psikologis (mental), dan spiritual (eksistensial), tetapi logoterapi menekankan adanya manusia yang spritual yang diungkapkan secara fenomenologis dalam kesadaran dirinya yang segera. Keberadaan manusia ditandai oleh kebebasan dari naluri-naluri, disposisi yang diwariskan dan lingkungan. Kebebasan manusia tidak hanya kebebasan “dari”, melainkan juga kebebasan “untuk” yang memerlukan tanggung jawab untuk dirinya sendiri, untuk suara hatinya, atau untuk-Nya.
Manusia mencari makna secara dinamik, dan motivasi utamanya adalah keinginan akan makna. Pencarian dinamik inilah yang menginspirasikan manusia dan membedakannya dari seekor binatang yang tidak memperhatikan makna keberadaannya. Kehidupan itu terus-menerus menantang kita, dan respons kita tidak dapat dilakukan dengan berbicara atau berkontemplasi, melainkan dengan perbuatan-perbuatan yang mengungkapkan dengan jelas makna yang kita peroleh dalam hidup kita. Menurut Frankl (dalam Semiun, 2010), kekurangan makna dalam kehidupan merupakan suatu neurosis, dan dia menyebutkan kondisi ini sebagai “neurosis noogenik”, yang merupalan suatu keadaan yang bercirikan tanpa makna, tanpa maksud, tanpa tujuan dan hampa.

Keinginan akan Makna
Merupakan suatu kekuatan (nilai) yang mendorong manusia untuk memperoleh makna hidup. Keinginan akan makna hidup tidak sama dengan keberadaan, tetapi melampaui keberadaan yang kita sebut dengan tanggung jawab dan komitmen. Keinginan akan makna berasal dari keinginan bawaan manusia untuk memberikan sebanyak mungkin makna bagi hidupnya, mengaktulisasikan sebanyak mungkin nilai-nilai. Mencari makna merupakan tugas yang menantang dan yang menambah, dan bukannya mereduksikan tegangan batin.

Makna Hidup
Makna hidup itu tidak dipertanyakan, malinkan harus diberi respons karena kita diberi tanggung jawab terhadap hidup. Respons diberikan tidak dengan kata-kata melainkan dengan bertindak atau berbuat. Makna hidup merupakan tindakan yang sangat tepat atas tindakan manusia, ciri khas dari kodrat manusia yang sangat penting. Makna itu tidak hanya objektif, tetapi juga mutlak.

SUMBER KESULITAN
Menurut Frankl (dalam Semiun, 2010) dua macam sumber kesulitan yang membuat manusia tidak bermakna, yaitu :
1.      Frustrasi Eksistensial
Merupakan tahap awal dari sindron ketidakbermaknaan. Sindrom ini berupa minat dan inisiatif yang kurang dan munculnya perasaan-perasaan yang absurd dan hampa. Frustrasi eksisitensial dilihat sebagai fenomena umum yang berkaitan dengan kehilangan jaminan naluri dari tradisi.
2.      Neurosis Noogenik
Frustrasi eksistensial tidak dianggap sebagai suatu penyakit. Tidak mengganggap manifestasi dari frustasi eksistensial yang mirip neurosis dalam arti klinis, sejauh manifestsi-manifestasinya tidak disertai oleh simtomlogi neurotik klinis. Dengan demikian, jika frustasi eksistensial ditandai oleh munculnya gejala neurotik klinis pada penderitanya, maka manifestasi-manifestasi frustrasi eksistensial tersebut bisa disebut sebagai neurosis, yakni neurosis noogenik.

TUJUAN LOGOTERAPI
Tujuan logoterapi yang pertama adalah memperlebar dan memperluas medan visual dari pasien sehingga seluruh spektrum makna dan nilai-nilai didasari dan kelihatan oleh pasien. Kemudian membantu pengalam individual yang nyata (real) dari pasien sehingga ia dapat mengikuti potensi-potensinya dan melampaui keadaan-keadaannya yang tidak wajar. Pada akhirnya, membantu menghilangkan kecemasan dan neurosis komplusif-eksesif.

TEKNIK LOGOTERAPI
1.      Intensi Paradoksikal
Teknik di mana pasien diajak melakukan sesuatu yang paradoks dengan sikap pasien terhadap situasi yang dialami, yaitu dengan mendekati dan mengejek sesuatu (gejala) dan bukan menghindari atau melawannya.
2.      Derefleksi
Teknik yang digunakan untuk menghadapi perhatian dan observasi diri yang berlebih-lebihan. Dengan teknik ini, pasien diberi kemungkinan untuk mengabaikan neurosisnya dan memusatkan perhatiaan pada sesuatu yang terlepas dari dirinya.
3.      Bimbingan Rohani
Pasien yang mengalami kasus yang tidak bisa disembuhkan dan nasib buruk yang tidak diubah, maka perhatian pasien diarahkan pada unsur rohani dan didorong supaya pasien menemui nilai bersikap.


Sumber :
Semiun, Yustinus. (2010). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius
Naisaban, Ladislaus. (2002). Para Psikolog Terkemukan Dunia : Riwayat Hidup, Pokok Pikiran dan Karya. Jakarta: Grasindo