Sabtu, 30 Maret 2013

PERSON CENTER THERAPY

NAMA           : DIAH RETNO WULANDARI
NPM               : 11510953
KELAS          : 3PA01
Person Center Therapy
  Person center therapy atau bisa disebut client-centered therapy merupakan terapi yang diciptakan oleh Carl Rogers. Semula adalah pendekatan nondirektif yang dikembangkan pada tahun 1940-an sebagai reaksi melawan pendekatan psikoanalitik. Berlandaskan pada pandangan  subjektif atas pengalaman manusia, terapi client-centered menaruh kepercayaan yang lebih besar kepada klien dalam menangani berbagai permasalahan. Hubungan terapeutik antara terapis dan klien merupakan katalisator bagi perubahan; klien menggunakan hubungan yang unik sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran dan untuk menemukan sumber-sumber terpendam yang bisa digunakan secara konstruktif dalam pengubahan hidupnya.
Rogers menunjukkan kepercayaan yang mendalam pada manusia. Ia memandang manusia tersosialisasi dan bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi penuh, serta memiliki kebaikan yang positif pada intinya yang terdalam. Pandangan tentang manusia yang posittif ini memiliki implikasi-implikasi yang berarti bagi para praktik terapi ini. Model terapi person center menolak konsep yang memandang terapis sebagai otoritas yang mengetahui yang terbaik dan yang memandang klien sebagai manusia pasif yang hanya mengikuti perintah-perintah terapis. Terapi ini berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat putusan-putusan.

CIRI-CIRI PENDEKATAN PERSON CENTER
Rogers (dalam Corey, 2009) menguraikan ciri-ciri yang membedakan pendekatan person center dengan pendekatan-pendekatan lain. Pendekatan person center atau client-centered difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Pendekatan client-centered menekankan dunia fenomenal klien, yaitu dengan empati dan usaha untuk memahami klien. Dengan empati yang cermat dan usaha untuk memahami kerangka acuan internal klien, terapis memberikan pelatihan terutama pada persepsi-diri klien dan persepsinya terhadap dunia.
Prinsip-prinsip terapi client-centered atau person center diterapkan pada individu yang fungsi psikologisnya berada pada taraf yang relatif nomal maupun pada individu yang derajat penyimpangan psikologisnya lebih besar. Terapi client-centered memasukkan konsep bahwa fungsi terapis adalah tampil langsung dan bisa dijangkau oleh klien serta memusatkan perhatian pada pengalaman disini-dan-sekarang yang tercipta melalui hubunagan antara klien dan terapis. Terapi client-centered bukanlah sekumpulan teknik, juga bukan suatu dogma.

TUJUAN-TUJUAN TERAPEUTIK
Tujuan dasar terapi ini adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha untuk membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu mengusahakan agar klien bisa memahami hal-hal yang ada dibalik topeng yang dikenakannya. Rogers (dalam Corey, 2009) menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak ke arah menjadi tambah teraktual sebagai berikut.
1.      Keterbukaan pada pengalaman.
2.      Kepercayaan terhadap organisme sendiri.
3.      Tempat evaluasi internal.
4.      Kesediaan untuk menjadi suatu proses.
Terapis tidak memilih tujuan-tujuan yang khusus bagi klien. Tonggak terapi ini adalah anggapannya bahwa klien dalam hubungannya dengan terapis yang menunjang, memiliki kesanggupan untuk menentukan dan menjernihkan tujuan-tujuannya sendiri.

TEKNIK-TEKNIK DAN PROSEDUR-PROSEDUR TERAPEUTIK
Rumusan-rumusan yang lebih dini dari pandangan Rogers tentang psikoterapi memberi penekanan yang lebih besar pada teknik-teknik. Perkembangan pendekatan ini disertai oleh peralihan dari penekanan pada teknik-teknik terapeutik kepada penekanan pada kepribadian, keyakinan-keyakinan, dan sikap-sikap terapis, serta pada hubungan terapeutik. Dalam kerangka client-centered, “teknik-teknik”-nya adalah pengungkapan dan pengkomunikasian penerimaan, respek, dan pengertian, serta berbagai upaya klien dalam mengembangkan kerangka acuan internal dengan memikirkan, merasakan, dan mengeksplorasi. Teknik-teknik harus menjadi suatu pengungkapan yang jujur dari terapis, dan tidak bisa dignakan secara sadar diri sebab terapis tidak akan menjadi sejati.

SUMBANGAN-SUMBANGAN PENDEKATAN CLIENT-CENTERED
Pendekatan client-centered corak dominan yang digunakan dalam pendidikan konselor. Terapi client-centered menitikberatkan mendengar aktif, memberikan respek pada klien, memperhitungkan kerangka acuan internal klien, dan menjalin kebersamaan dengan klien yang merupakan kebalikan dari menghadapi klien dengan penafsiran-penafsiran. Para terapis ini merefleksikan isi dan perasaan-perasaan, menjelaskan pesan-pesan, membantu para klien untuk memeriksa sumbernya sendiri, dan mendorong klien untuk menemukan cara pemecahannya sendiri. Terapi ini jauh lebih aman dibaningkan dengan model-model terapi lain.
Pendekatan person center dengan berbagai cara memberikan sumbangan-sumbangan kepada situasi-situasi konseling individual maupun kelompok. Terapi ini memberikan landasan humanistik bagi usaha memahami dunia subjektif klien, memberikan peluang yang jarang kepada klien untuk sungguh-sungguh didengar dan mendengar. Pendekatan person center menyajikan kepada klien umpan balik langsung dan khas dari apa yang baru dikomunikasikannya. Rogers bersedia mendudukkan rumusan-rumusannya sebagai hipotesis-hipotesis yang dapat diuji dan mempersembahkannya kepada upaya-upaya penelitian.
Teori Rogers tentang terapi dan perubahan kepribadian memiliki efek heuristik yang luar biasa dan meskipun banyak konteroversi yang muncul di sekitar pendekatan person center, karya Rogers telah menantang para praktisi dan teoritis untuk menguji gaya terapeutik dan keyakinan-keyakinan mereka sendiri. Teori client-centered tidak terbatas pada psikoterapi. Teorinya memiliki implikasi-implikasi bagi pendidikan, bisnis, industri, dan hubungan internasional.

BERBAGAI KETERBATASAN TERAPI CLIENT-CENTERED
Kelemahan pendekatan ini adalah terletak pada cara sejumlah praktisi menyalahtafsirkan atau menyederhanakan sikap-sikap sentral dari posisi client-centered. Adanya jalan yang menyebabkan sejumlah praktisi menjadi terlalu berpusat pada klien sehingga mereka sendiri kehilangan rasa sebagai pribadi yang unik. Orang bisa memiliki kesan bahwa terapi client-centered tidak lebih pada teknik mendengar dan merefleksikan.
Terapi client-centered berlandaskan sekumpulan sikap yang dibawa oleh terapis ke dalam pertemuan dengan kliennya dan lebih dari kualitas lain yang manapun, kesejatian terapis menentukan kekuatan hubungan terapeutik. Keontetikan dan keselarasan terapis demikian vital sehingga terapis yang berpraktek dalam kerangka client-centered harus wajar dalam bertindak dan harus menemukan suatu cara mengungkapkan reaksi-reaksinya kepada klien.

Sumber : Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

Sabtu, 23 Maret 2013

TERAPI HUMANISTIK-EKSISTENSIAL


NAMA                       : DIAH RETNO WULANDARI
NPM                           : 11510953
KELAS                      : 3PA01

TERAPI HUMANISTIK-EKSISTENSIAL
            Pendekatan humanistik-eksistensial atau bisa disebut eksistensial-humanistik, menekankan renungan-renungan filosofis tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh. Banyak ahli psikologi yang berorientasi eksistensial yang mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku manusia pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu pengetahuan alam. Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab itu saling berkaitan. Pendekatan eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi filosofi yang melandasi terapi.
Salah satu kritik terhadap pendekatan ini dalam praktik adalah bahwa terapi ini tidak memiliki pernyataan yang sistematis mengenai prinsip-prinsip dan praktek-praktek psikoterapis. Pendekatan ini paling sering dikritik kelemahannya dalam metodologi. Tetapi, Greening (dalam Corey, 2009) mengatakan bahwa : Humanisme eksistensial sebagai suatu orientasi psikologi menggabungkan aspek-aspek eksistensialisme dan humanisme dengan cara membuktikan sumbangan-sumbangan keduanya sambil mencoba menghindari kekurangan-kekurangannya. Jadi, humanisme eksistensial lebih meyakinkan dibandingkan banyak eksistensialisme, namun lebih mengenal keterbatasan dan keniscayaan aktualisasi diri manusia dibandingkan dengan para humanis yang terpusat pada kesenangan dan pertumbuhan. Humanisme eksistensial mencakup pengakuan eksistensialisme terhadap kekacauan absurditas, keniscayaan, keputusasaan, dan “keterlemparan” manusia ke dalam dunia tempat dia sendiri bertanggung jawab atas pemenjadiannya. Humanisme eksistensial juga mencakup dalil humanistik bahwa manusia memiliki potensi yang besar untuk mentransformasikan dirinya sendiri sebagai suatu dorongan yang tidak bisa ditekan kepada pengalaman pemenuhan dalam menguji batas-batas potensi itu terhadap hambatan-hambatan yang inheren pada keberadaannya.

PANDANGAN TENTANG SIFAT MANUSIA
Psikologi eksistensial-humanistik berfokus pada kondisi manusia, terutama suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih suatu sistem teknik-teknik yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Pendekatan eksistensial-humanistik tidak mengecilkan manusia menjadi kumpulan naluri ataupun hasil pengkondisian. Pendekatan ini bukan suatu aliran terapi, bukan pula suatu teori tunggal yang sistematik.

TUJUAN-TUJUAN TERAPEUTIK
            Terapi ini bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Pada dasarnya, tujuan terapi eksistensial adalah memperluas kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya. Selain itu, juga bertujuan untuk membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubung dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.
Dalam mencapai tujuan dari terapi ini, dibutuhkan peran serta fungsi dari terapis. Tugas utama terapis adalah berusaha mamahami klien sebagai ada dalam dunia. Teknik yang digunakan mengikuti alih-alih mendahului pemahaman. Karena menekankan pemahaman klien sekarang, para terapis eksistensial menunjukkan keleluasaan dalam menggunakan metode-metode, dan prosedur yang digunakan oleh mereka bisa bervariasi tidak hanya dari klien satu kepada klien lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama. Dikalangan terapis eksistensial dan humanistik ada kesepakatan menyangkut tugas-tugas dan tanggung jawab terapis.

TEKNIK-TEKNIK DAN PROSEDUR-PROSEDUR TERAPEUTIK
Tidak seperti kebanyakan pendekatan terapi, pendekatan eksistensial-humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur terapeutik bisa dipungut dari beberapa pandekatan terapi lainnya. Metode-metode yang berasal dari terapi Gestalt dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam pendekatan eksistensial-humanistik.
Bugental dalam bukunya The Search for Authenticity (1965) menunjukkan bahwa konsep inti pskoanalisis tentang resistensi dan transferensi bisa diterapkan dalam filsafat dan praktek terapi eksistensial. Rollo May (dalam Corey, 2009) seorang psikoanalisis Amerika, juga telah mengintegrasikan metodologi dan konsep-konsep psikoanalisis ke dalam psikoterapi eksistensial.
Menurut Corey (2009), meskipun pendekatan eksistensial-humanistik memiliki banyak hal yang bisa diberikan kepada klien yang fungsi psikologis dan fungsionalnya relatif tinggi, pendekatan eksistensial-humanistik ini amat terbatas penerapannya pada para klien yang fungsinya rendah, pada para klien yang berada dalam keadaan krisis, dan pada para klien yang miskin. Para klien yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok untuk memelihara kelangsungan hidupnya dan yang tidak berminat pada aktualisasi diri atau makna-makna eksistensial, kurang tepat untuk ditangani melalui terapi eksistensial-humanistik.

Sumber : Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

Minggu, 17 Maret 2013

TEORI PSIKOANALISA


TERAPI PSIKOANALISA

Tokoh yang paling terkenal dari teori psikoanalisa atau psikoanalitik adalah Sigmund Freud. Psikoanalisa dapat dipandang sebagai teori kepribadian ataupun metode psikoterapi. Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi. Sumbangan-sumbangan utama yang bersejarah dari teori dan praktek psikoanalitik mencangkup : (1) Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat manusia bisa diterapkan pada peredaran penderitaan manusia; (2) Tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar; (3) Perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian di masa dewasa; (4) Teori psikoanalitik menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami cara-cara yang digunakan oleh individu dalam mengatasi kecemasan dengan mengandaikan adanya mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menghindari luapan-kecemasan; (5) Pendekatan psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketaksadaran melalui analisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensi-transferensi.

STRUKTUR KEPRIBADIAN
            Struktur kepribadian terdiri atas tiga sistem, yaitu id, ego dan superego. Id adalah komponen biologis, ego adalah komponen psikologis, sedangkan superego merupakan komponen sosial.
Id
            Id adalah sistem kepribadian yang orisinil. Id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut, dan mendesak. Id tidak bisa menoleransi tegangan, dan bekerja untuk melepaskan tegangan itu segera mungkin serta untuk mencapai keadaan homeostatik. Dengan diatur oleh asas kesenangan yang diarahkan pada pengurangan tegangan, penghindar dari kesakitan, dan perolehan kesenangan, id bersifat tidak logis, amoral, dan didorong oleh satu kepentingan: memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asa kesenangan.
Ego
            Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Tugas utama ego adalah mengantarai naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego mengendalikan kesadaran dan melaksanakan sensor. Dengan diatur oleh asas kenyataan, ego berlaku realistis dan berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan-kebutuhan. Ego adalah tempat bersemayam inteligensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan impuls-impuls buta dari id. Id hanya mengenal kenyataan subjektif, ego membedakan bayangan-bayangan mental dengan hal-hal yang terdapat didunia eksternal.
Superego
Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Superego merepresentasikan hal yang ideal alih-alih hal yang riel, dan mendorong bukan kepada kesenangan, melainkan kepada kesempurnaan. Superego merepresentasikan nilai-nilai tradisional dan ideal-ideal masyarakat yang diajarkan oleh orangtua kepada anak.

TUJUAN-TUJUAN TERAPEUTIK
            Tujuan terapi psikoanalitik adalah membantu kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam diri klien. Proses terapeutik difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman masa lampau direkonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran merekonstruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik menekankan dimensi efektif dari upaya menjadikan ketaksadaran diketahui.

TEKNIK-TEKNIK DAN PROSEDUR-PROSEDUR TERAPEUTIK
            Teknik-teknik pada terapi psikoanalitik disesuaikan untuk meningkatkan kesadaran, memperoleh pemahaman intelektual atas tingkah laku klien, dan untuk memahami makna berbagai gejala.
Asosiasi Bebas
            Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatik di masa lampau, yang dikenal dengan sebutan katarsis. Katarsis hanya menghasilkan peredaan sementara atas pengalaman-pengalaman menyakitkan yang dialami klien, tidak memainkan peran utama dalam proses treatment psikoanaltik kontemporer; katarsis mendorong klien untuk menyalurkan sejumlah perasaannya yang terpendam, dan karenanya meratakan jalan bagi pencapaian pemahaman.
Selama proses asosiasi bebas berlangsung, tugas analis adalah mengenali bahan yang direpres dan dikurung di dalam ketaksadaran. Urutan asosiasi-asosiasi membimbing analis dalam memahami hubungan-hubungan yang dibuat oleh klien diantara peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Penghalangan-penghalangan atau pengacuan-pengacuan oleh klien terhadap asosiasi-asosiasi merupakan isyarat bagi adanya bahan yang membangkitkan kecemasan. Analis menafsirkan bahan itu dan menyampaikannya kepada klien, membimbing klien kearah peningkatan pemahaman atas dinamika-dinamika yang mendasarinya, yang tidak disadari oleh klien.
Penafsiran
            Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam menganalisis asosiasi-asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensi-transferensi. Prosedurnya terdiri atas tindakan-tindakan analis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi, dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. fungsi penafsiran-penafsiran adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Penafsiran-penafsiran analis menyebabkan pemahaman dan tidak terhalanginya bahan tak sadar pada pihak klien. Penafsiran-penafsiran harus tepat waktu, penafsiran harus disajikan pada saat gejala yang hendak ditafsirkan itu dekat dengan kesadaran klien.
Analisis Mimpi
            Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tidak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan melemah, dan perasaan-perasaan yang direpresi muncul ke permukaan. Sebeb melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari, diungkapkan.
            Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi, yaitu isi laten dan isi manifes. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, dorongan-dorongan seksual dan agresif tak sadar yang merupakan isi laten ditransformasikan isi manifes yang lebih dapat diterima, yakni impian sebagaimana yang tampil pada si pemimpi. Proses transformasi isi laten ke dalam isi manifes yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas analis adalah menyingkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat pada isi manifes mimpi.
Analisis dan Penafsiran Resistensi
Resistensi, sebuah konsep yang fundamental dalam praktek terapi psikoanalitik, adalah sesuatu yang melawan kelangsunagn terapi dan mencegah klien memukakan bahan yang tak disadari. Selama asosiasi bebas atau asosiasi kepada mimpi-mimpi, pasien bisa menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pemkiran-pemikiran, perasaan-perasaan, dan pengalaman-pengalaman tertentu. Freud memandang resistensi sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan-dorongan dan perasaan-perasaannya yang direpresi itu.
Resistensi bekerja secara khas dalam terapi psikoanalitik dengan menghambat klien dan analis dalam melaksanakan usaha bersama untuk memperoleh pemahaman atas dinamika-dinamika ketaksadaran klien. Penafsiran analis atas resistensi ditunjukkan untuk membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi sehingga dia bisa menanganinya. Analis harus membangkitkan perhatian klien dan menafsirkan resistensi-resistensi yang paling kentara guna mengurangi kemungkinan klien menolah penafsiran dan guna memperbesar kesempatan pada klien untuk mulai melihat tingkah laku resistifnya.
Analisis dan Penafsiran Transferensi
            Analisis transferensi adalah teknik yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembalai masa lampaunya dalam terapi. Ia memungkinkan klien mampu memperoleh pemahaman atas sifat dari fiksasi-fiksasi dan deprivasi-deprivasinya, dan menyajikan pemahaman tentang pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya sekarang. Penafsiran hubungan transferensi juga memungkinkan klien mampu menembus: konflik-konflik masa lampau yang tetap dipertahankannya hingga sekarang dan yang menghambat pertumbuhan emosionalnya. Efek-efek psikopatologis dari hubungan masa dini yang tidak diinginkan, dihambat oleh penggarapan atas konflik emosional yang sama yang terdapat dalam hubungan terapeuti dengan analis.

Sumber :
Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama