Selasa, 20 Maret 2012

Kasus Kesehatan Mental


Efek Psikologis Facebook bagi Kesehatan Mental
Beberapa waktu lalu muncul laporan mengenai tanda-tanda orang yang kecanduan jejaring sosial seperti Facebook.  Individu tersebut senang mengganti status paling sedikit 2 kali sehari atau sekedar hanya melihat profil temannya. Laporan terbaru dari The Daily Mail menyebutkan, kecanduan situs jejaring sosial seperti Facebook atau MySpace juga bisa membahayakan kesehatan karena memicu orang untuk mengisolasikan diri. Meningkatnya pengisolasian diri dapat mengubah cara kerja gen, membingungkan respon kekebalan, level hormon, fungsi urat nadi, dan merusak performa mental.
Hal ini memang bertolak belakang dengan pembentukan situs-situs jejaring sosial, dimana pengguna diiming-imingi dapat bertemu dengan teman lama atau hanya sekedar berkomentar tentang suatu masalah atau issue yang dialami seseorang atau kelompok yang dibentuk. Banyak pengguna jejaring sosial yang jadi mempunyai hubungan yang tidak harmonis dengan keluarga, lingkungan sekitar, teman dekat, bahkan mungkin dengna kehidupannya menjadi terasa asing. Karena menurut mereka yang sudah kecanduan terhadap jejaring sosial seperti ini, menemui rekan-rekan atau orang-orang yang berada disekitar mereka adalah suatu situasi yang menyedihkan karena harus berpisah dengan komputer atau aktivitas rutinnya di jejaring sosial.
Seseorang yang teman-teman utamanya adalah orang asing yang baru ditemui di Facebook atau jejaring sosial yang lain akan menemui kesulitan dalam berkomunikasi secara face-to-face dengan orang lain di kehidupan nyata.  Seperti teori Fromm yang mengatakan bahwa orang yang sehat mental adalah “Orang yang Produktif”. Menurut model kesehatan mental Fromm, kepribadian yang sehat didorong oleh kebutuhan, orang yang sehat mental memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis ini secara produktif dan kreatif. Apabila kebutuhan-kebutuhan psikologis ini tidak terpenuhi, maka orang tersebut dapat mengalami kemunduran psikologis, kehilangan kemampuan sosial ataupun depresi.
Jika pernyataan Fromm tersebut dihubungkan dengan orang-orang yang kecanduan jejaring sosial tersebut, maka mereka termasuk orang-orang yang tidak produktif, karena mereka mengisolasikan diri mereka sendiri dan sibuk dengan teman-teman mereka didunia maya. Situasi seperti ini sangat tidak sehat baik bagi fisik maupun mental seseorang.
Kerusakan fisik yang mungkin terjadi adalah bila menggunakan mouse atau memencet keypad ponsel selama berjam-jam setiap hari, seseorang dapat mengalami cidera tekanan yang berulang-ulang. Penyakit punggung juga merupakan hal yang umum terjadi pada orang-orang yag menghabiskan banyak waktu duduk didepan meja komputer. Jika pada malam hari orang tersebut masih sibuk dengan jejaring sosialnya, maka ia juga dapat mengalami kekurangan waktu tidur. Kehilangan waktu tidur dalam waktu lama dapat mengakibatkan kantuk yang berkepanjangan, menurunya metabolisme bahkan bisa mengakibatkan kematian. Tidak jarang juga bisa mengakibatkan obesitas bagi orang yang kecanduan seperti ini. Karena ia hanya duduk di depan meja komputer, tidak melakukan olahraga yang dapat membantu kesehatan fisik seseorang.
Oleh karena itu keseimbangan dalam aktivitas dunia maya dan nyata harus sama. Jika terjadi ketidakseimbangan disalah satu sisi, dapat mengakibatkan berbagai kemungkinan. Penggunaan jejaring sosial bukan untuk membuat seseorang menjadi menjauh dari kehidupan nyata, melainkan hanya sebagai sarana komunikasi yang hanya bisa dijangkau dengan hal-hal seperti ini atau hubungan jarak jauh.



Sumber          :

Senin, 19 Maret 2012

Kesehatan Mental


Kesehatan Mental
Istilah "KESEHATAN MENTAL" di ambil dari konsep mental hygiene. Kata mental di ambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan. (Notosoedirjo & Latipun,2001:21).
Kesehatan mental terkait dengan (1) bagaimana kita memikirkan, merasakan menjalani kehidupan sehari-hari; (2) bagaimana kita memandang diri sendiri dan sendiri dan orang lain; dan (3) bagaimana kita mengevaluasi berbagai alternatif dan mengambil keputusan. Seperti sama halnya dengan kesehatan fisik, kesehatan mental juga sangat penting dalam fase kehidupan individu. Jika tidak seimbang antara kesehatan mental dengan kesehatan fisik, maka akan terjadi ketidakseimbangan fase hidup individu.
Fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan hidup, harus dapat saling membantu dan bekerjasama satu sama lain sehingga dapat dikatakan adanya keharmonisan yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).
  1. Hadfield : ”upaya memeliharaan mental yang sehat dan mencegah agar mentak tidak sakit”. 
  2. Alexander Schneiders : ”suatu seni yang praktis dalam mengembangkan dan menggunakan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan kesehatan mental dan penyesuaian diri, serta pencegahan dari gangguan-gangguan psikologis”. 
  3. Carl Witherington : ”ilmu pemeliharaan kesehatan mental atau sistem tentang prinsip, metode, dan teknik dalam mengembangkan mental yang sehat”.
Pada era yang maju ini, masyarakat terkadang tidak terlalu peka terhadap masalah kesehatan mental yang terjadi disekitar mereka. Bahkan bagi beberapa masyarakat awam, kesehatan mental tidak penting. Seperti data dari World Health Organization memperkirakan masalah gangguan mental meliputi kurang lebih 13% sumber penderitaan di dunia. Penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 15% dari total penduduk. Namun, jumlah ini hanya yang terlihat di permukaan.
Cara pandang masyarakat terhadap kesehatan mental masih dalam spektrum negatif, yang menganalogikan kesehatan mental dengan gangguan mental atau jiwa. Masyarakat Indonesia masih enggan pergi ke psikolog atau psikiater, karena berbagai alasan, seperti takut dianggap gila, malu, ketidakmampuan finansial, dan lain-lain.
Akibatnya, masyarakat secara umum lebih memilih mencari pertolongan kepada pemimpin agama, tokoh spiritual, atau pemimpin masyarakat. Ada pula yang memilih curhat pada teman, atau mendatangi dokter melalui berbagai keluhan fisik. Pada beberapa kasus psikotik akut, keluarga memilih untuk memasung penderita ketika keadaan dan sumber daya tidak memungkinkan. Ada juga yang memang memilih untuk datang ke psikiater atau psikolog, namun sayangnya profesional dalam bidang itu masih kurang mencukupi. Jumlah psikiater di Indonesia hanya sekitar 600 orang, sedangkan psikolog yang bekerja di bidang pelayanan kesehatan mental juga kecil.


Sumber          :