NAMA : DIAH RETNO WULANDARI
NPM : 11510953
KELAS : 3PA01
TERAPI
RASIONAL-EMOTIF
PENGANTAR
Pendiri terapi
rasional-emotif adalah Albert Ellis. Suatu model terapi yang sangant didaktik,
berorientasi kognitif tindakan, serta menekankan peran pemkiran dan sistem-sistem
kepercayaan sebagai akar masalah-masalah pribadi. Terapi rasional-emotif (TRE)
lebih banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi
kognitif-tingkah-laku-tindakan dalam arti menitik beratkan berpikir, menilai,
memutuskan, menganalisa, dan bertindak. Konsep-konsep TRE membangkitkan
sejumlah pertanyaan, yaitu:
·
Apakah pada dasarnya psikoterapi
merupakan suatu proses redukasi?
·
Apakah sebaiknya terapis berfungsi
terutama sebagai guru?
·
Apakah pantas para terapis menggunakan
propaganda, persuasi, dan saran-saran yang sangat direktif?
· Sampai mana keefektifan usaha
membebaskan para klien dari “keyakinan-keyakinan irasional”-nya dengan
menggunakan logika, nasihat, informasi, dan penafsiran-penafsiran?
KONSEP-KONSEP
UTAMA
Pandangan
tentang Sifat Manusia
TRE adalah aliran
psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi,
baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan
jahat. TRE menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga
bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan
pribadi dan masyarakatnya. Bagaimanapun, menurut TRE, manusia dilahirkan dengan
kecenderungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan,
tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Jika
tidak segera mencapai apa yang diinginkannya, manusia mempersalahkan drinya
sendiri ataupun orang lain.
TRE menekankan bahwa
manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimultan. Jarang manusia
beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan-perasaan biasanya dicetuskan oleh
persepsi atas situasi yang spesifik. Tentang sifat manusia, Ellis (dalam Corey,
2009) menyatakan bahwa baik pendekatan psikoanalitik Freudian maupun pendekatan
eksistensial telah keliru dan bahwa metodologi-metodologi yang dibangun atas
kedua sistem psikoterapi tersebut tidak efektif dan memadai.
Tujuan-Tujuan
Terapis
Ellis (dalam Corey,
2009) menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam TRE yang diarahkan
pada satu tujuan utama, yaitu: “meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri
dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang realistik”.
Tujuan utama psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa
verbalisasi-verbalisasi diri mereka telah dan masih merupakan sumber utama dari
gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.
TRE tidak diarahkan
semata-mata penghapusan gejala, tetapi untuk mendorong klien agar menguji
secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar. TRE bergerak keseberang
penghapusan gejala, dalam arti tujuan utama proses terapeutiknya adalah
membantu klien untuk membebaskan dirinya sendiri dari gejala-gejala yang
dilaporkan dan yang tidak dilaporkan kepada terapis.
Ringkasnya, proses
terapeutik ini terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas.
Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber
ketidakbahagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai
kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya, sebagian
besar adalah proses belajar-mengajar.
Fungsi
dan Peran Terapis
TRE dilaksanakan dengan
satu maksud utama, yaitu: membantu klien untuk membebaskan diri dari
gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis
sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi
suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi
keyakinan-keyakinan dagmatis yang irasional dan takhyul yang berasal dari orang
tuanya maupun dari kebudayaannya.
Terapis memiliki
tugas-tugas yang spesifik. Langkah pertama adalah menunjukkan kepada klien
bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan
irasionalnya, menunjukkan bagaiman klien mengembangkan nilai-nilai dan
sikap-sikapnya, dan menunjukkan secara kognitif bahwa klien telah memasukkan
banyak “keharusan”, “sebaiknya” dan “semestinya”.
Langkah yang kedua
adalah membawa klien ke seberang tahap kesadaran dengan menunjukkan bahwa dia
sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk tetap aktif dengan
terus menerus berpikir secara tidak logis dan dengan mengulang-ulang
kalimat-kalimat yang mengalahkan diri dan yang
mengekalkan pengaruh masa kanak-kanak. Langah ketiga berusaha agar klien
memperbaiki pikiran-pikirannya da meninggalkan gagasan-gagasan irasionalnya.
Langkah terakhir dalam proses terapeutik adalah menantang klien untuk
mengembangkan filsafat-filsafat hidup yang rasional sehingga dia bisa
menghindari kemungkinan menjadi korban keyakinan-keyakinan yang irasional. TRE
pada dasarnya adalah suatu proses terapeutik kognitif dan behavioral yang
aktif-direktif, TRE sering meminimalkan hubungan yang intens antara terapis dan
klien.
PENERAPAN
: TEKNIK-TEKNIK DAN PROSEDUR-PROSEDUR TERAPEUTIK
Teknik-Teknik
dan Prosedur-Prosedur Utama TRE
Ellis (dalam Corey,
2009) berpendapat TRE menandaskan bahwa orang-orang bisa mengalami perubahan
melalui banyak jalan yang berbeda seperti memiliki pengalaman-pengalaman hidup
yang berarti, belajar tentang pengalaman-pengalaman, orang lain, memasuki hubungan
dengan terapis, menonton film, mendengarkan rekaman-rekaman, mempraktekkan
pekerjaan rumah yang spesifik, melibatkan diri kedalam korespondensi melalui
saluran-saluran TRE, menghabiskan waktu sendirian untuk berpikir dan
bermeditasi, dan dengan banyak cara lain untuk menentukan perubahan kepribadian
yang tahan lama.
Teknik TRE yang
esensial adalah mengajar secara aktif-direktif. Segera setelah terapi dimulai,
terapis memainkan peran sebagai pengajar yang aktif untuk mereedukasi klien.
TRE adalah suatu proses didaktik dan karenanya menekankan metode-metode
kognitif. Penggunaan metode-metode terapi tingkah laku seperti pelaksanaan
pekerjaan rumah, desensitiasi, pengondisian operan, hipnoterapi, dan latihan
asertif cenderung dilakukan secara aktif-direktif di mana terapis lebih banyak
berperan sebagai guru dibandingkan sebagai pasangan yang erelasi secara intens.
Penerapan
pada Terapi Individual
TRE yang diterapkan
pada penanganan seseorang kepada seseorang pada umumnya dirancang sebagai
terapi yang relatif singkat. Ellis (dalam Corey, 2009) menyatakan bahwa
orang-orang yang mengalami gangguan-gangguan emosional yang berat sebaiknya
menjalani terapi individual maupun kelompok dalamperiode tujuh bulan sampai
satu tahun agar mereka memiliki kesempatan untuk mempraktekan apa yang sedang
mereka pelajari.
Klien mulai dengan mendiskusikan
masalah-masalah yang paling menekankan dan menjabarkan perasaan-perasaan yang
paling membingungkan dirinya. Kemudian terapis mencari peristiwa-peristiwa
pencetus yang mengakibatkan perasaan-perasaan yang membingungkan itu. Terpis
juga mengajak klien untuk melihat keyakinan-keyakinan irasional yang
diasosiasikan dengan kejadian-kejadian pencetus dan mengajak klien untuk
mengatasi keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan menugaskan kegiatan-kegiatan
pekerjaan rumah yang akan membantu klien untuk secara langsung melumpuhkan
gagasan-gagasan irasionalnya itu serta membantu klien dalam mempraktekan
cara-cara hidup yang lebih rasional.
Penerapan
pada Terapi Kelompok
TRE sangat cocok untuk
diterapkan pada terapi kelompok karena semua anggota diajari untuk menerapkan
prinsip-prinsp TRE pada rekan-rekannya dalam setting kelompok. Mereka memperoleh kesempatan untuk mempraktekan
tingkah laku-tingkah laku baru yang melibatkan pengambilan-pengambilan risiko
dan untuk pelaksanaan tugas pekerjaan rumah. Ellis (dalam Corey, 2009) mengembangkan
suatu bentu terapi kelompok yang dikenal dengan nama A Weekend of Rational Encounter yang memanfaatkan metode-metode dan
prinsip-prinsip TRE.
TRE memiliki beberapa
keterbatasan. Karena pendekatan ini sangat didaktik, terapis perlu mengenal
dirinya sendiri dengan baik dan hati-hati agar tidak hanya memaksakan filsafat
hidupnya sendiri kepada para kliennya. Terapis TRE mengetahui kapan dia harus
dan kapan dia tidak boleh “mendorong” klien. Seorang terapis bisa keliru
menggunakan TRE dengan menyempitkan TRE menjadi pemberian metode-metode penyembuhan
kilat, yakni dengan menyampaikan kepada para klien apa yang salah dan bagaimana
mereka harus mengubahnya.
Sumber : Sumber : Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.
Bandung: Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar