Minggu, 21 April 2013

TERAPI RASIONAL-EMOTIF


NAMA           : DIAH RETNO WULANDARI
NPM               : 11510953
KELAS          : 3PA01

TERAPI RASIONAL-EMOTIF
PENGANTAR
Pendiri terapi rasional-emotif adalah Albert Ellis. Suatu model terapi yang sangant didaktik, berorientasi kognitif tindakan, serta menekankan peran pemkiran dan sistem-sistem kepercayaan sebagai akar masalah-masalah pribadi. Terapi rasional-emotif (TRE) lebih banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi kognitif-tingkah-laku-tindakan dalam arti menitik beratkan berpikir, menilai, memutuskan, menganalisa, dan bertindak. Konsep-konsep TRE membangkitkan sejumlah pertanyaan, yaitu:
·         Apakah pada dasarnya psikoterapi merupakan suatu proses redukasi?
·         Apakah sebaiknya terapis berfungsi terutama sebagai guru?
·         Apakah pantas para terapis menggunakan propaganda, persuasi, dan saran-saran yang sangat direktif?
·   Sampai mana keefektifan usaha membebaskan para klien dari “keyakinan-keyakinan irasional”-nya dengan menggunakan logika, nasihat, informasi, dan penafsiran-penafsiran?

KONSEP-KONSEP UTAMA
Pandangan tentang Sifat Manusia
TRE adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. TRE menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakatnya. Bagaimanapun, menurut TRE, manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Jika tidak segera mencapai apa yang diinginkannya, manusia mempersalahkan drinya sendiri ataupun orang lain.
TRE menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimultan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan-perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas situasi yang spesifik. Tentang sifat manusia, Ellis (dalam Corey, 2009) menyatakan bahwa baik pendekatan psikoanalitik Freudian maupun pendekatan eksistensial telah keliru dan bahwa metodologi-metodologi yang dibangun atas kedua sistem psikoterapi tersebut tidak efektif dan memadai.

Tujuan-Tujuan Terapis
Ellis (dalam Corey, 2009) menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam TRE yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu: “meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang realistik”. Tujuan utama psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri mereka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.
TRE tidak diarahkan semata-mata penghapusan gejala, tetapi untuk mendorong klien agar menguji secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar. TRE bergerak keseberang penghapusan gejala, dalam arti tujuan utama proses terapeutiknya adalah membantu klien untuk membebaskan dirinya sendiri dari gejala-gejala yang dilaporkan dan yang tidak dilaporkan kepada terapis.
Ringkasnya, proses terapeutik ini terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidakbahagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya, sebagian besar adalah proses belajar-mengajar.

Fungsi dan Peran Terapis
TRE dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu: membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang irasional dan takhyul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik. Langkah pertama adalah menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaiman klien mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikapnya, dan menunjukkan secara kognitif bahwa klien telah memasukkan banyak “keharusan”, “sebaiknya” dan “semestinya”.
Langkah yang kedua adalah membawa klien ke seberang tahap kesadaran dengan menunjukkan bahwa dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk tetap aktif dengan terus menerus berpikir secara tidak logis dan dengan mengulang-ulang kalimat-kalimat yang mengalahkan diri dan yang  mengekalkan pengaruh masa kanak-kanak. Langah ketiga berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya da meninggalkan gagasan-gagasan irasionalnya. Langkah terakhir dalam proses terapeutik adalah menantang klien untuk mengembangkan filsafat-filsafat hidup yang rasional sehingga dia bisa menghindari kemungkinan menjadi korban keyakinan-keyakinan yang irasional. TRE pada dasarnya adalah suatu proses terapeutik kognitif dan behavioral yang aktif-direktif, TRE sering meminimalkan hubungan yang intens antara terapis dan klien.

PENERAPAN : TEKNIK-TEKNIK DAN PROSEDUR-PROSEDUR TERAPEUTIK
Teknik-Teknik dan Prosedur-Prosedur Utama TRE
Ellis (dalam Corey, 2009) berpendapat TRE menandaskan bahwa orang-orang bisa mengalami perubahan melalui banyak jalan yang berbeda seperti memiliki pengalaman-pengalaman hidup yang berarti, belajar tentang pengalaman-pengalaman, orang lain, memasuki hubungan dengan terapis, menonton film, mendengarkan rekaman-rekaman, mempraktekkan pekerjaan rumah yang spesifik, melibatkan diri kedalam korespondensi melalui saluran-saluran TRE, menghabiskan waktu sendirian untuk berpikir dan bermeditasi, dan dengan banyak cara lain untuk menentukan perubahan kepribadian yang tahan lama.
Teknik TRE yang esensial adalah mengajar secara aktif-direktif. Segera setelah terapi dimulai, terapis memainkan peran sebagai pengajar yang aktif untuk mereedukasi klien. TRE adalah suatu proses didaktik dan karenanya menekankan metode-metode kognitif. Penggunaan metode-metode terapi tingkah laku seperti pelaksanaan pekerjaan rumah, desensitiasi, pengondisian operan, hipnoterapi, dan latihan asertif cenderung dilakukan secara aktif-direktif di mana terapis lebih banyak berperan sebagai guru dibandingkan sebagai pasangan yang erelasi secara intens.

Penerapan pada  Terapi Individual
TRE yang diterapkan pada penanganan seseorang kepada seseorang pada umumnya dirancang sebagai terapi yang relatif singkat. Ellis (dalam Corey, 2009) menyatakan bahwa orang-orang yang mengalami gangguan-gangguan emosional yang berat sebaiknya menjalani terapi individual maupun kelompok dalamperiode tujuh bulan sampai satu tahun agar mereka memiliki kesempatan untuk mempraktekan apa yang sedang mereka pelajari.
Klien mulai dengan mendiskusikan masalah-masalah yang paling menekankan dan menjabarkan perasaan-perasaan yang paling membingungkan dirinya. Kemudian terapis mencari peristiwa-peristiwa pencetus yang mengakibatkan perasaan-perasaan yang membingungkan itu. Terpis juga mengajak klien untuk melihat keyakinan-keyakinan irasional yang diasosiasikan dengan kejadian-kejadian pencetus dan mengajak klien untuk mengatasi keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan menugaskan kegiatan-kegiatan pekerjaan rumah yang akan membantu klien untuk secara langsung melumpuhkan gagasan-gagasan irasionalnya itu serta membantu klien dalam mempraktekan cara-cara hidup yang lebih rasional.
Penerapan pada Terapi Kelompok
TRE sangat cocok untuk diterapkan pada terapi kelompok karena semua anggota diajari untuk menerapkan prinsip-prinsp TRE pada rekan-rekannya dalam setting kelompok. Mereka memperoleh kesempatan untuk mempraktekan tingkah laku-tingkah laku baru yang melibatkan pengambilan-pengambilan risiko dan untuk pelaksanaan tugas pekerjaan rumah. Ellis (dalam Corey, 2009) mengembangkan suatu bentu terapi kelompok yang dikenal dengan nama A Weekend of Rational Encounter yang memanfaatkan metode-metode dan prinsip-prinsip TRE.
TRE memiliki beberapa keterbatasan. Karena pendekatan ini sangat didaktik, terapis perlu mengenal dirinya sendiri dengan baik dan hati-hati agar tidak hanya memaksakan filsafat hidupnya sendiri kepada para kliennya. Terapis TRE mengetahui kapan dia harus dan kapan dia tidak boleh “mendorong” klien. Seorang terapis bisa keliru menggunakan TRE dengan menyempitkan TRE menjadi pemberian metode-metode penyembuhan kilat, yakni dengan menyampaikan kepada para klien apa yang salah dan bagaimana mereka harus mengubahnya.





Sumber : Sumber : Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar