Minggu, 06 November 2011

Review Jurnal


JURNAL HARGA DIRI PADA REMAJA PUTRI YANG TELAH MELAKUKAN HUBUNGAN SEKS PRANIKAH

Latar Belakang Masalah
Membahas masalah seputar seks dan keperawanan rasanya tidak ada habisnya. Namun, itulah kenyatannya. Masalah seks akan terus menarik dibicarakan tanpa siapapun bisa mencegahnya. Seksualitas sudah bukan merupakan pembicaraan yang baru lagi di masyarakat khususnya dikalangan para remaja. Pada zaman sekarang ini, kehidupan seksual dikalangan remaja sudah lebih bebas dibandingkan dahulu. Hal ini bisa kita rasakan di kota-kota besar di Indonesia, terbukanya saluran
informasi seputar seks yang bebas beredar di masyarakat pada saat ini melalui mediamedia seperti televisi, koran, radio dan internet boleh jadi mendorong remaja melakukan hubungan seks pranikah.
Melodina (1990) mengatakan bahwa hubungan seks pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh sepasang insan yang belum menikah atau yang belum terikat oleh tali perkawinan. Hubungan seksual ini umumnya terjadi diantara mereka yang telah meningkat remaja menuju dewasa. Saat ini kecenderungan pola masyarakat tentang seks bebas mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi dikarenakan iklim sosial saat ini yang membuat pola pergaulan anak muda sekarang makin permisif. Dulu orang menganggap kalau seks dilakukan setelah menikah. Sekarang perilaku seks pranikah terkesan sebagai suatu yang lumrah.
Dari beberapa hasil penelitian yang menunjukkan adanya penurunan batas usia hubungan seksual pertama kali yaitu 18 % responden di Jakarta berhubungan seks pertama dibawah usia 18 tahun dan usia termuda 13 tahun (Iskandar, 1998) dan remaja di Manado yang sudah aktif secara seksual, melakukan hubungan seks pertama pada usia dibawah 16 tahun. Sebanyak 56,8% pada remaja pria dan 33,3 % pada remaja putri (Utomo dalam Sarwono, 2004).
Kegadisan pada wanita seringkali dilambangakan sebagai “Mahkota” atau “Harta yang paling berharga” atau “Tanda kesucian”. Hilangnya kegadisan bisa berakibat depresi atau kecemasan yang mendalam pada wanita yang bersangkutan (Sarwono, 2004). Keperawanan ternyata berkaitan erat dengan harga diri. Menurut Tambunan (2001) harga diri itu sendiri mengandung arti yaitu suatu hasil penilaian individu terhadap dirinya yang diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersifat positif atau negatif.
Hubungan seks tidak menyebabkan ganguan pada fisik saja, tetapi juga gangguan psikis pada diri remaja putri yang telah melakukan hubungan seks pranikah. Gangguan psikis itu dapat berupa perasaan terhina, rendahnya harga diri, bahkan depresi Curran (dalam Conger,1991).

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui mengapa subjek melakukan hubungan seks pranikah dan bagaimana harga diri pada subjek yang telah melakukan hubungan seksual pranikah serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga diri subjek yang telah melakukan hubungan seksual pranikah.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan yang bermanfaat. Bagi perkembangan ilmu psikologi khususnya di bidang psikologi perkembangan dan psikologi kepribadian mengenai harga diri dan yang berkaitan dengan perilaku hubungan seksual pranikah pada remaja putri serta menambah pengetahuan atau referensi untuk bahan penelitian bagi peneliti selanjutnya. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memperoleh informasi mengenai faktor-faktor pendorong yang menyebabkan remaja putri melakukan hubungan seksual pranikah.

Metode dan subjek penelitian
Menggunakan pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus. Dalam penelitian ini subjek berjumlah satu orang yaitu remaja putri yang telah melakukan hubungan seksual pranikah, yang berumur 12 – 21 tahun.

HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti menyimpulkan adanya beberapa faktor penyebab mengapa subjek melakukan hubungan seks pranikah diantaranya : Faktor agama, ketidakhadiran orang tua, teman sepergaulan, pengalaman pacaran, informasi seks dan rasa penasaran.

Kesimpulan dan Saran
Hal yang menyebabkan subjek melakukan hubungan seks pranikah yaitu subjek memiliki tingkat religius yang rendah. Subjek merasa dirinya kesepian karena ibu subjek jarang berada di rumah. Dalam pendidikan seks ibu subjek tidak mau terbuka kepada subjek.  Ada baiknya subjek mencoba untuk tidak lagi melakukan hubungan seks dan sebaiknya subjek mempunyai kemampuan untuk berkata “Tidak” atau dapat menolak jika pasangan subjek nanti meminta untuk melakukan hubungan seks. Diharapkan para orang tua lebih memperhatikan anaknya di rumah dan dapat berbagi waktu dengan memberikan kasih sayang dan perhatian untuk anaknya di rumah.

Sumber :











                              

Perilaku Penggunaan Internet pada Kalangan Remaja di Perkotaan

Pendahuluan
Sejak pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat dunia dalam suatu demonstrasi di International Computer Communication Conference (ICCC) pada bulan oktober 1972, internet telah mengalami perkembangan pesat.
Tak terkecuali di Indonesia, pentingnya penggunaan internet juga makin disadari oleh masyarakatnya dari berbagai kalangan. Tidak dipungkiri, internet memang membawa begitu banyak kemudahan kepada penggunanya. Beragam akses terhadap informasi dan hiburan dari berbagai penjuru dunia dapat dilakukan melalui satu pintu saja. Internet juga dapat menembus batas dimensi kehidupan penggunanya, waktu, dan bahkan ruang sehingga internet dapat diakses oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun.
Tidak seperti orang dewasa yang pada umumnya sudah mampu mem-filter hal-hal baik ataupun buruk dari internet, remaja sebagai salah satu pengguna internet justru sebaliknya. Selain, belum mampu memilah aktivitas internet yang bermanfaat, mereka juga cenderung mudah terpengaruh oleh lingkungan sosial mereka tanpa mempertimbangkan terlebih dulu efek positif atau negatiif yang akan diterima saat melakukan aktivitas internet tertentu. Bagi kalangan remaja Indonesia, khususnya remaja tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas), internet sudah tentu bukanlah hal yang asing lagi, terutama bagi remaja di perkotaan.

Metode Penelitian dan Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan format deskriptif survei dengan sampel 96 orang. Lokasi penelitian dilakukan di SMP dan SMA Surabaya, dengan pemilihan lokasi menggunakan multistage random sampling. Dan, lokasi yang terpilih dalam penelitian ini adalah SMP dan SMA di kecamatan Genteng wilayah Surabaya Pusat, yakni SMP Negeri 37 Surabaya, SMP IMKA /YMCA-I Surabaya, SMA Negeri 5 Surabaya, dan SMA Trisila Surabaya.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel acak atau random sampling/probability sampling, dengan teknik pengambilan sampel sistematis atau systematic
sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah data primer (kuesioner dan teknik ”probing”), sekunder (data yang diperoleh dari institusi terkait), studi kepustakaan, dan observasi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti ditemukan bahwa dari kelompok usia, sebagian besar responden mengaku pertama kali mengenal dan menggunakan internet pada saat mereka berusia 12 tahun (36,5%). Lalu, dari sejumlah alasan yang mendorong responden saat pertama kali menggunakan internet ditemukan bahwa mencari bahan atau sumber untuk menyelesaikan tugas sekolah merupakan alasan yang mendominasi responden saat pertama kalinya ingin menggunakan internet (40,6%). Selanjutnya diketahui juga bahwa dari segi sumber pembelajaran saat pertama kali menggunakan internet, sebagian besar responden (46,9%) dalam penelitian ini mengatakan mereka pertama kali mengenal dan belajar berinternet dari teman mereka.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti mengenai perilaku penggunaan internet pada kalangan remaja di perkotaan dengan berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diajukan, maka peneliti dapat menyimpulkan tiga hasil temuan penelitian. Pertama, usia responden saat pertama kali mengenal dan menggunakan internet ialah 12 tahun. Rata-rata saat itu mereka telah memasuki kelas VII SMP, dimana tugas-tugas sekolah yang diberikan mulai mengharuskan mereka mencari sumber atau bahan-bahannya di internet sehingga mereka dituntut harus bisa menggunakan internet.
Berdasarkan aspek intensitas penggunaan internet, sebagian besar remaja perkotaan lebih sering mengakses internet di warnet meskipun di sekolah mereka terdapat fasilitas internet yang dapat dimanfaatkan secara free (baik di laboratorium komputer atau perpustakaan sekolah). Dari jumlah waktu penggunaan internet per bulan menunjukkan bahwa pada umumnya kalangan remaja di perkotaan yang sering mengakses internet di rumah termasuk dalam kategori heavy users (pengguna internet yang menghabiskan waktu lebih dari 40 jam per bulan). Sedangkan remaja di perkotaan yang sering mengakses internet di warnet dan memanfaatkan wifi area publik sebagai tempat akses internet mereka dikategorikan sebagai medium users (pengguna internet yang menghabiskan waktu antara 10 sampai 40 jam per bulan). Sementara itu, bagi remaja di perkotaan yang sering mengakses internet dengan memanfaatkan layanan internet yang tersedia di sekolah menunjukkan bahwa pada umumnya mereka tergolong sebagai light users (pengguna internet yang menghabiskan waktu kurang dari 10 jam per bulan).
Kalangan remaja di perkotaan menggunakan internet untuk untuk empat dimensi kepentingan, yaitu informasi (information utility), aktivitas kesenangan (leisure/fun activities), komunikasi (communication), dan transaksi (transactions).

Saran
Berdasarkan temuan-temuan dari penelitian, ada beberapa saran yang akan dikemukakan oleh peneliti. Pertama, berdasarkan hasil penelitian penulis diketahui bahwa para responden yang pada umumnya remaja tingkat SMP dan SMA melakukan aktivitas mengakses internet untuk hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan untuk kepentingan lain. Kedua, berdasarkan hasil penelitian penulis diketahui bahwa ketergantungan siswasiswi pada internet untuk mencari sumber atau bahan terkait dengan tugas atau pelajaran sekolah kini semakin meningkat. Untuk itu, para professional informasi, khususnya yang terkait dengan dunia internet dan pendidikan, sebaiknya lebih memanfaatkan situasi ini dengan menyediakan situs-situs edukatif yang memiliki content informasi yang relevan dengan kurikulum sekolah. Ketiga, bagi para akademisi yang tertarik dengan kajian di bidang perilaku penggunaan internet pada kalangan remaja di perkotaan, ada beberapa aspek yang belum dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini.



1 komentar: